Al-Hikam : MAQAM ASBAB DAN MAQAM TAJRID
إِرَادَتُكَ التَّجْرِيْدِ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ فِى اْلأَسْبَابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الْخَفِيَّةِ، وَإِرَادَتُكَ اْلأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللهِ إِيَّاكَ التَّجْرِيْدَ انْحِطَاطٌ عَنِ الْهِمَّةِ الْعَلِيَّةِ
Keinginanmu akan at-tajrid bersamaan dgn pendirian (penegakan) Allah kepadamu akan al-asbab itu termasuk dari syahwat yg tersembunyi. Dan keinginanmu akan al-asbab bersamaan dgn pendirian (penegakan) Allah kepadamu akan at-tajrid itu penurunan dari cita2 (keinginan) yg tinggi.
Keterangan:
ASBAB (bentuk jamak dari sabab) yaitu hal2 yg dijadikan perantara untuk mendapatkan sesuatu yg dituju (diinginkan) dalam kehidupan dunia. Misalnya kesibukan seseorang dalam bekerja utk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari2.
TAJRID adalah memperoleh sesuatu yg dituju dlm kehidupan dunia tanpa perlu melakukan hal2 yg menjadi perantaranya. Misalnya seseorang yg mendapatkan rezeki tanpa perlu melakukan suatu pekerjaan.
Jika dilihat dari perlu atau tidaknya seseorang melakukan kegiatan untuk mendapatkan sesuatu dalam kehidupan dunia, maka kedudukan manusia terbagi menjadi 2 yaitu :
- MAQOM ASBAB
Kedudukan seseorang yg memerlukan kegiatan (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِى اْلأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَ
Dan sesungguhnya kami telah menempatkan kalian di bumi, dan kami telah menjadikan bagi kalian pekerjaan2 di dalamnya [S. al-A’raf : 10]
Rasulullah SAW bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَظُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللهُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tiada seseorang yg memakan makanan yg lebih baik daripada makanan dari (hasil) pekerjaan tangannya, dan sesungguhnya nabi Dawud AS memakan (makanan) dari pekerjaan tangannya [HR al-Bukhori]
Tandanya:
Jika ia merasa tenang dalam beribadah saat ia memiliki pekerjaan, dan ia dapat melakukan kedua hal itu (ibadah dan bekerja) dgn baik, lancar dan kebutuhannya tercukupi.
- MAQOM TAJRID
Kedudukan seseorang yg tidak memerlukan kegiatan (pekerjaan) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Tandanya adalah jika merasa tidak tenang dalam beribadah jika ia bekerja dan ia tidak dapat melakukan keduanya dengan baik atau adanya halangan2 saat ia bekerja.
Allah SWtT berfirman:
وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَمَا اُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ َلأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْ
Seandainya mereka (orang2 ahli kitab) sungguh2 menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (al-Quran) yang diturunkan kepada mereka niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. [S. al-Maidah: 66]
Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلُوْنَ عَلىَ اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزَقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصًا، وَتَرُوْحُ بِطَانً
Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dgn tawakkal yg sesungguhnya maka Allah akan memberi rezeki kalian seperti Allah memberi rezeki pada burung yg berangkat dalan keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.
[HR Ahmad, an-Nasa-I dalam Sunan al-Kubra dan at-Tirmidzi beliau berkata: Hadis hasan sohih. Hadis ini dsohihkan pula oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim]
Jadi setiap orang itu memiliki maqom (kedudukan) sendiri2 yg telah ditentukan oleh Allah SWT. Dan ia tidak dapat berpindah ke satu maqom ke maqom yg lain kecuali telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Jika seseorang tidak tahu apakah ia termasuk maqom asbab ataukah maqom tajrid maka hendaklah ia mencari guru yang soleh dan makrifat yg dapat menunjukkan atau menetapkan maqomnya di dunia ini. Jika seseorang telah ditentukan oleh Allah di maqom asbab kemudian ia berpindah ke maqom tajrid dgn kemauannya sendiri maka perbuatannya ini sebenarnya adalah sayhwat (nafsu) yg tersembunyi.
Misalnya karena ia melihat orang lain yg tidak bekerja hanya tinggal di rumah sudah memperoleh rezeki tanpa perlu bekerja maka ia pun meninggalkan pekerjaan dan hanya beibadah saja dan mengharapkan kedatangan rezeki. Mungkin dalam hatinya ada rasa malas untuk bekerja dan tidak ingin bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mungkin pula ia ingin mendapatkan penghormatan atau kedudukan di masyarakat. Ini sebenarnya adalah syahwat (nafsu) yg tersembunyi yg diselubungi dalam bentuk kebaikan dan ibadah. Tandanya jika ia dalam keadaan miskin atau kebutuhannya tidak tercukupi maka ia kembali lagi sibuk mencari pekerjaan.
Demikian pula jika seseorang telah ditaqdirkan Allah di maqom tajrid maka ia berpindah ke maqom asbab dgn keinginannya sendiri, maka sebenarnya ia telah menurunkan derajatnya sendiri baik di sisi Allah maupun di sisi manusia.
Misalnya ia melihat orang lain sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka ia pun meninggalkan ibadahnya untuk bekerja. Padahal meskipun ia tidak bekerja selalu ada rezeki yg datang kepadanya. Maka ini dalam dirinya terjadi 2 penurun derajat. Yang pertama, penurunan derajat disisi Allah karena berkurangnya rasa tawakkalnya. Yang kedua, berkurangnya kehormatannya di sisi manusia, misalnya seorang ulama yg biasa dihormati masyarakatnya kemudian jika ia bekerja maka ia menjadi menjadi bawahan atau pesuruh majikannya.
Jadi seseorang ditempatkan oleh dalam maqom asbab atau tajrid itu karena adanya hikmah dan kehendak yg baik dari Allah. Kita harus menerima maqom kita masing2 dgn baik dan ikhlas karena kita tidak mengetahui rahasia Allah saat menentukan kedudukan maqom kita.
Allah SWT berfirman:
وَعَسَى اَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ، وَعَسَى اَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ، وَاللهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah lah yg mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahuinya. [S. al-Baqoroh: 216]
Perpindahan dari maqom asbab (amal dhohir) kepada maqom tajrid (amal batin) itu seharusnya menampakkan bekas kepada anggota2 tubuh seorang hamba.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ الْمُلُوْكَ إِذَا دَخَلُوا قَرْيَةً أَفْسَدُوْهَا
Sesungguhnya raja2 apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka akan merusaknya. [S. an-Naml: 34]
Tampaknya bekas pada anggota2 tubuh setelah perpindahan ke amal batin inilah yg disebut dgn TAJRID.
Menurut ahli tasawuf tajrid itu ada 3 macam:
- Tajrid adl-dlohir
- Taajrid al-bathin
- Tajrid adl-dhohir wal batin
TAJRID ADH-DHOHIR adalah meninggalkan sebab2 dunia dan penghalang2 jasmani. Artinya meninggalkan setiap hal yg menyibukkan anggota tubuhnya dari ingat kepada Allah.
TAJRID AL-BATHIN adalah meninggalkan ikatan2 jiwa dan pengahlang2 keingingan. Artinya meninggalkan setiap hal yg menyibukkan hati dari kehadiran hatinya bersama Allah.
TAJRID ADL-DHOHIR WAL BATHIN adalah meninggalkan ikatan-ikatan batin dan penghalang2 jasmani. Artinya menyendirikan hati dan tubuhnya hanya untuk Allah saja.
Tajrid adl-dhohir yg sempurna adalah dgn meninggalkan sebab2 dunia dan mengosongkan tubuh dari pakaian2 yg umum. Tajrid batin yg sempurna adalah dengan mengosongkan hati dari setiap sifat yg tercela.
Abu al-Hasan asy-Syadzili berkata:
Adab seseorang yg tajrid ada 4 yaitu:
- Memulyakan orang yg lebih tua
- Menyayangi orang yg lebih muda
- Menyadari (insaf) akan nafsunya
- Tidak menuruti (menolong) nafsunya
Adab orang yg asbab ada 4 yaitu:
- Menyayangi dan membantu orang2 yg baik
- Menjauhi orang2 yang fajir (durhaka)
- Mengerjakan shalat berjama’ah
- Menyayangi orang2 miskin
Bagi orang di maqom asbab hendaknya ia juga berusaha melakukan adab orang yg tajrid, karena akan menjadi kesempurnaan baginya.
Termasuk adab orang di maqom asbab adalah terus menerus (konsisten) melakukan pekerjaannya sampai Allah SWT memindahnya dari maqom asbab ke maqom tajrid.
Tandanya ada isyarat dari gurunya atau jika semua usaha (pekerjaan) yg ia lakukan sudah tidak menghasilkan. Maka barulah ia berpindah ke maqam tajrid.
Kesimpulan:
Sesungguhnya orang yg tajrid dan orang yg asbab adalah 2 pekerja Allah SWT, karena kedua2nya dapat menghasilkan ibadah kepada Allah SWT.
Hal ini dapat diibaratkan seperti majikan yg punya 2 pembantu, maka ia berkata kpd salah satunya : “Bekerjalah lalu makanlah”, dan ia berkata kepada yg lainnya :”Tetaplah bersamaku nanti aku akan memberimu makan.”
Seseorang yg melakukan tajrid tanpa ijin dari Allah maka sebenarnya ia tetap dalam maqom sabab. Dan orang yg melakukan asbab dgn ijin Allah maka sebenarnya ia telah melakukan tajrid.
http://ppassalamcepu.blogspot.com